Jumat, 25 November 2011

HINDARI CARA KEKERASAN DAN ANARKIS YANG DAPAT MERUGIKAN DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN

Konflik masyarakat dengan perusahaan perkebunan sawit menelan korban. Satu warga tertembak oleh aparat dan lebih dari 10 orang diperiksa sebagai saksi. Satu kompi Brimob Polda Kalbar diterjunkan ke lokasi. Peristiwa ini, terjadi di Balai Sekuak Kecamatan Belitang Hulu Kabupaten Sekadau dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Grand Utama Mandiri (GUM), Selasa (22/11) malam. Sebelumnya, di hari yang sama, terjadi aksi anarkis massa yang menyerang dan merusak kantor perusahaan sawit PT Borneo Ketapang Permai di Kebun Beduai, Kabupaten Sanggau.

Kejadian di Sekadau menurut pihak kepolisian, tembakan terpaksa dilepaskan karena salah seorang anggota polisi yang mengamankan situasi diserang menggunakan senjata tajam. “Kita menempuh tindakan tegas sepenuhnya untuk mengendalikan situasi dan menegakkan hukum. Mencari pelaku perusakan aset perusahaan. Tetapi sudah diawali dengan tindakan persuasif. Anggota Polres Sekadau diserang menggunakan senjata tajam oleh oknum warga berinisial D. Kemudian polisi memilih mundur. Namun pelaku (D,red) terus menyerang walau sudah diperingatkan,” kata Kabid Humas Polda Kalbar AKBP Mukson Munandar.

Tembakan untuk meredam situasi dan sepenuhnya untuk melumpuhkan. Arah tembakan diarahkan ke arah kaki. Pelaku ambruk setelah tembakan mengenai betisnya. Korban langsung dievakuasi untuk diberikan pertolongan oleh warga setempat. Menurut Mukson, kepolisian memang tidak menolong. Mengingat situasi saat kejadian tidak memungkinkan petugas untuk mendekat. Sebab massa begitu ramai. Tetapi keadaan kini, sudah mulai berangsur pulih dan kondusif.

”Penempatan pertugas adalah buat pengamanan. Kepolisian sama sekali tidak memihak. Namun sepenuhnya agar situasi menjadi kondusif dan terkendali. Ketika terjadi unjuk rasa masyarakat kepada perusahaan. Mendukung pengamanan ditempatkan satu pleton Sabhara dari Polres Sekadau. Kehadiran petugas sepenuhnya dalam upaya penegakan hukum dan disertai surat perintah secara resmi,” kata Mukson.
Ditambahkan, dalam kasus tersebut petugas juga diperiksa. Sesuai standar yang berlaku dalam kepolisian. Alasan harus melepas tembakan. “Tetapi langkah anggota sepenuhnya untuk menegakkan hukum,” kata Mukson.Polisi juga mengumpulkan keterangan saksi dari warga setempat dan belum ada yang ditahan. “Lebih 10 saksi yang dipanggil, belum ditahan,” kata Mukson. Sementara untuk mengeliminir situasi sudah diterjunkan satu kompi personil Brimob Polda Kalbar. Mengendalikan keamanan agar kembali kondusif bersama dengan Polres setempat. Kendati demikian kondisi sendiri sudah mulai berangsur pulih. Keamanan kembali kondusif. Karena itu, masyarakat diimbau tidak mudah terprovokasi dengan isu yang bisa menimbulkan gangguan kambtibmas.


Menurut Muskon, posisi kepolisian dilematis dalam menenangkan konflik masyarakat dengan perusahaan perkebunan. Sebab persoalan timbul terkadang karena masalah pembebasan lahan, penentuan plasma dan masalah tenaga kerja. Sehingga perbedaan kepentingan antara masyarakat dan perusahaan terakumulasi menjadi konflik. “Kalau sudah muncul konflik kami (polisi,red) pasti akan mengamankan.Tidak mentolerir tindakan yang melanggar hukum, seperti perusakan,” katanya.

Akumulasi Emosi Masyarakat, Kriminolog Universitas Tanjungpura Dr Hermansyah menilai tindakan anarkis yang dilakukan masyarakat punya sebab kompleks. Salah satunya adalah perbedaan cara pandang soal hukum adat. “Ada hal yang harus dipahami oleh setiap pengusaha, aparat keamanan, dan pemerintah di daerah. Di sana sudah ada penghuninya, yang merupakan penduduk asli. Dan mereka sudah punya hukum adat. Ini yang kadang kurang diperhatikan para investor,” jelas Hermansyah.

Menurut dia, masyarakat adat dan hukumnya diakui, bahkan dilindungi oleh konstitusi Indonesia. “Lihat pasal 18 B Undang Undang Dasar 1945 amandemen ketiga. Di situ jelas masyarakat adat diakui. Masyarakat punya peraturan yang sudah ada sejak jaman dulu, dan para pengusaha perlu menghormati hak-hak adat tersebut,” kata Hermansyah. Dosen Fakultas Hukum Untan ini juga menganalisa, terjadinya tindakan anarkis biasanya terjadi karena akumulasi emosi yang memuncak. “Bisa jadi pula masyarakat merasa aparat keamanan tidak pernah berpihak ke mereka. Seringnya membela pengusaha,” ujarnya.

Sementara itu, aktivis kemanusiaan Stephanus Paiman menyesalkan terjadinya tindakan anarkis yang dilakukan oleh oknum masyarakat dalam kedua kasus tersebut. Karena penggunaan kekerasan bukan akan menyelesaikan masalah, malahan akan memperparah keadaan.“Saya harap kepada masyarakat di daerah, agar menyerahkan persoalan kepada pihak kepolisian. Mereka yang berhak menanganinya. Yakinlah bahwa hukum masih ada di negeri ini. Untuk kepolisian agar memproses kasus-kasus tersebut secara transparan, tanpa intervensi pihak manapun,” imbuhnya.

Kata Step, pemerintah kabupaten setempat juga harus membantu memberikan pengertian atau penyuluhan kepada masyarakat, agar segala permasalahan yang terjadi, tidak diselesaikan dengan cara kekerasan. “Para anggota dewan harus rajin turun ke masyarakat untuk mendengar dan memperjuangkan hak-hak mereka, serta memberikan pencerahan hingga hal-hal yang tidak diinginkan dapat ditangkal sejak dini,” tambahnya.
http://www.pontianakpost.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar