Rabu, 07 Desember 2011

PEMKAB KAPUAS HULU MERESPON DENGAN CEPAT BENCANA BANJIR YANG TERJADI

Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu mengabil sikap mengeluarkan pernyataan tanggap darurat terkait banjir yang melanda sejumlah wilayah di daerah ini. Hal itu dibenarkan Wakil Bupati Kapuas Hulu, Agus Mulyana, SH, di temui di ruang kerjanya, Selasa (6/12) kemarin.“Baru saja saya melakukan pertemuan dengan para asisten dan dinas terkait. Dari pertemuan di simpulkan bahwa kita layak menyatakan tanggap darurat dari bencana banjir yang terjadi saat ini,” terang Agus.

Ditambahkan Agus, administasi tanggap darurat secepatnya di selesaikan. Setelah itu akan di kirim ke Gubernur Kalimantan Barat untuk di teruskan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB. Meski demikian, pihaknya terus melakukan koordinasi lintas instansi guna memonitor perkembangan lebih lanjut dari bencana banir yang terjadi. Melalui dinas social, pemerintah daerah menginstruksikan kecamatan untuk melaporkan perkembangan di daerahnya masing-masing.

“Jika memang banjir, untuk mendata berapa korban, kerugian dan kebutuhan yang mendesak diperlukan. Dari data itu kita akan mengusahakan bantuan. Untuk pemerintah daerah kita siap mendistribusikan bantuan beras. Sedangkan sembako dan lainnya kita menggandeng pihak ketiga untuk itu,” katanya. Wabup juga mengatakan, sejauh ini pihaknya belum sampai mendirikan posko banjir. Mengingat banjir yang terjadi meski cukup besar namun masih termasuk siklus tahunan yang rutin terjadi di Kapuas Hulu. Apalagi banjir saat ini bermula di kota Putussibau yang merupakan kawasan hulu. Sehingga air yang tergenang akan mengalir ke daerah hilir. Mengisi sungai dan danau yang relative masih kosong.

Dimana sampai saat ini informasi yang diperoleh pihaknya kawasan hilir yang mulai menerima kiriman air dari Putussibau adalah Embaloh Hilir. Berbeda dengan banir besar yang terjadi tahun lalu. Beberapa kecamatan kawasan hilir sudah terlebih dahulu kebanjiran. Bahkan terendam hingga lebih dari empat bulan. Karena daya tampung sudah tak muat di hilir, baru di Putussibau dan sekitarnya banjir besar melanda.

“Setidaknya, kita memiliki dua cekungan di hilir untuk daerah penampungan kiriman air. Di Bunut Hilir dan di Seputaran Semitau. Termasuk juga danau sentarum yang merupakan penampung air alam yang menjadi tumpuan air. Kalau kawasan ini sudah tak kuat menampung, maka banjir merata akan dirasakan masyarakat di pesisir sungai dan kota Putussibau,”papar Agus. Terkait upaya pemerintah dan tim SAR, Agus mengatakan saat banjir terjadi sudah melakukan patroli dan evakuasi. Hanya saja, warga banyak yang enggan di evakuasi. Memilih bertahan di rumah masing-masing meski harus di atas panggung yang di bangun di dalam rumah. Selain itu, sebagian warga juga memilih bertahan di rumah tetangga yang lebih tinggi di bandingkan di evakuasi. Hanya ada empat kepala keluarga yang kemudian di evakuasi tim sar ke tempat yang lebih aman.

“Saya melihat langsung saat turun memantau banjir.Banyak warga yang enggan di evakuasi. Mereka memilih bertahan. Dan itu sudah menjadi tradisi masyarakat di sini ketika banir. Solidaritas warga juga sangat tinggi. Dimana warga yang rumahnya tinggi bersedia menampung warga yang menumpang karena rumahnya terendam,” katanya. Agus mengatakan, saat banjir seperti ini, masyarakat lebih banyak terkendala akan pasokan sembako dan peralatan rumah tangga pendukung. Jika dahulu, memasuki musim banjir orang sudah menyiapkan sembako seperit beras dan lauk serta sayur mayur untuk antisipasi banjir. Sehingga saat banjir, tidak kesulitan soal makan dan minum. Sedangkan saat ini, masyarakat mengandalkan cara instan dengan serba membeli. Ketika banjir mendera, kesulitan membeli beras dan sembako lantaran sudah terkepung banjir.

“ada juga warga yang kesulitan memasak karena tak ada kompor minyak. Karena sudah terbiasa menggunakan peralatan memasak dari listrik. Segagian kenda aitu yang mendera masyarakat kita saat banjir,” tambahnya.Disinggung semakin menurunya resapan air di daerah hulu sungai, Agus meragukan hal itu. sebab menurut Agus, banjir seperti sekarang hampir setiap tahun terjadi. Bahkan orang tua terdahulu dikatakan Agus sudah mempersiapkan itu semua. Salah satu bukti, hampir rata-rata rumah tua memiliki tiang yang tinggi. Wujud kesiapan menghadapi banjir yang bisa menerang kapan saja.

“Coba liat rumah dinas Bupati. Kenapa dibangun dengan bertiang tinggi. Itu peninggalan Belanda. Bukti bahwa orang dahulu sudah tahu banjir sudah menjadi rutinitas dan bisa terjadi kapan saa. Saya fikir itu menunukkan juga bahwa memang dari dulu resapan air di daerah hulu ya seperti itu samai sekarang,” terang Agus.
Terkait kesiapan di masa mendatang menghadapai banjir, Agus mengatakan pemerintah daerah sudah mulai merancang berbagai agenda. Salah satunya dengan menguatkan badan hokum Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah atau BNPBD. Saat ini dikatakan Agus, draf Raperda pembentukkan BNPBD sudah di tangan DPRD untuk digodok. Selain itu, pihaknya juga akan memperkuat tim SAR yang ada.

“Termasuk jika memang tidak ada anggaran, pemerintah daerah saya rasa wajib menganggarkan itu untuk SAR,” ujarnya. Terakhir, Agus berharap masyarakat tetap waspada terhadap kemungkinan banjir kembali mendera. Selain itu, pasca banjir juga Agus mengharapkan warga dapat memantau kondisi lingkungan. Menjaganya tetap bersih sehingga terhindar dari berbagai penyakit yang dapat menyerang.(*_*)

http://www.pontianakpost.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar